ASAL MULA THORIQOT DI JAMAN NABI MUHAMMAD SAW


Dimasa sebelum terjadi peperangan di Desa badar dengan hujjah mempertahankan Aqidah, zona aman, ekonomi dan eksistensi Islam, para sahabat Nabi yang berjumlah 313 orang berbai’at kepada Nabi S.A.W. Kejadian itu disebut Perjanjian Aqobah karena prosesi sumpah itu berada di Desa Aqobah, 313 sahabat Nabi ini adalah para wali Allah, karena seseorang yang berani bersumpah dan berjuang bersama Nabi S.A.W.. Adalah para hamba Allah yang pasti menepati janji untuk implementasikan Iman, Islam dan Ihsan dengan keadaan yang sebenarnya. Orang fasik dan munafiq tidak akan mencapai derajat ini.

Dan fakta mengatakan bahwa sahabat Nabi 313 orang dalam kecamuk badar ini tetap masih bisa kembali dengan kemenangannya meskipun ada luka disana dan disini karena mereka harus menangguk sebanyak 1000 kafir qurais gabungan yahudi, munafik dan fasik, dalam perjalanan pulang dari badar inilah ada seorang sahabat Nabi bertanya:
“Wahai Rosul, adakah peperangan yang lebih dahsyat dari ini (badar), Nabi menjawab “ yang lebih besar lagi adalah memerangi Hawa Nafsu” (H.R. Bukhory). Bermula dari sinilah pendalaman mengenai ilmu thoriqot menjadi suatu disiplin ilmu yang dasar dasarnya telah terdefinisikan dengan bagian bagian yg spesifik, disertai dengan tatacaranya. 
---------
Pada 900th sebelumnya, Nabi Musa As dengan karunia Allah dapat mencapai derajat Ma’rifatullah dan selalu berkomunikasi dengan Allah, dan diantara keinginan Musa adalah ingin mendapatkan keni’matan dengan melihat Dzat Allah ‘Azza Wajalla, tetapi puncak prestasi itu bukan milik Nabi Musa As meskipun beliau menginginkan itu.

Lalu Allah memberi pemahaman kepada Nabi Musa As, jika gunung di hadapan Nabi Musa As di kenai Nur Allah dan tetap utuh maka Nur Allah dapat bersemayam dalam dirinya, dan jika gunung itu hancur setelah tersentuh Nur Allah maka Nur itu bukan untuk kerasulan Nabi Musa As As. Ternyata gunung itu hancur luluh karena tersentuh Nurnya Allah. Dan Allah menyampaikan kepada Nabi Musa As bahwa Nur Allah itu hanya bisa meresap larut dalam diri Muhammad SAW S.A.W., karena hakekat Muhammad SAW dan Nur Muhammad SAW adalah sama, pada diri Muhammad SAW segala sifat sifat mulia jati diri manusia beraada.
(Nur Muhammad SAW adalah Ciptaan Allah yang pertama kali sebelum Makhluq yang lain dicipta, jadi dalam bahasa kiasan, “Nur Muhammad SAW adalah bagian dari Dzatnya Allah, yang bisa larut dalam Jiwa Muhammad SAW dan Ummat Muhammad SAW S.A.W. yang memenuhi syaratnya).
  
Dan alasan musa menginginkan Nur Muhammad SAW larut dalam jiwanya adalah karena Nabi Musa As As, saat Mukhasafah / Dzikir agar diizinkan menembus batas antara manusia dan tuhan, sering meyaksikan Samudra_cahaya milik Allah, inilah sebabnya musa selalu berharap agar dirinya bisa lebur / larut dalam Samudra Cahaya-NYA Allah SWT.
Dan siapapun Ummat Muhammad SAW S.A.W., yang dalam jiwanya mampu dan kuat ditempati / bersemayam Nur Muhammad SAW, maka segala keni’matan hidup Dunia dan Akhirat telah dapat di temukannya, meskipun ia masih beradadi dunia.
Karena siapapun yang telah merasakan bahagianya berkomunikasi dengan Allah maka berarti, apapun yang ia perlukan akan dicukupi Allah dengan jalan / cara yang telah ditentukan Allah.

Semua uraian diatas telah dapat dirasakan oleh para sahabat Nabi S.A.W., dengan seyakin-yakinnya dan apapun yang diinginkan para sahabat Nabi terkabulkan oleh Allah Azza Wajalla. Tetapi para sahabat telah mengetahui batasan dalam implementasi tingkat Ma’rifatnya, jadi jika mereka ingin dinar dan dirham mereka tetap berusaha layaknya manusia, meskipun dengan tengadah tangan mereka tetap kenyang dan berlimpah. Namun mereka tetap malu kepada Allah jika berpangku tangan. ----------------

Pada setiap masa, Allah mengangkat derajat kewalian ummat Muhammad S.A.W.. Sebanyak 124,000 orang, jika mereka salah satunya wafat maka Allah seketika menggantikan mereka untuk tugas tugas yang sesuai dengan kapabilitas sang Wali.

Dan hingga hadirnya tulisan ini, thoriqot Mu’tabaroh diseluruh dunia ada 81 macam, semua Thoriqot itu berasal dari 2 jalur:
  • Sayyidina Abu Bakar Siddq,
  • Sayyidina ‘Aly (Menantu Nabi S.A.W., suami dari Sayyidah Fathimah Azzahro`) dari sinilah lahir generasi ke 11 yang disebut AlMahdi, yang mengemban janji perdamaian dunia. Dan saat ini belum hadir dalam masyarakat duia, karena menunggu masa yang telah dijanjikan.
(Kembali Lagi Kepada Thoriqot …)

Dalam diri manusia ada 46 sifat, 16 sifat yang harus di musnahkan dari setiap diri yang sedang suluk (prosesi menjalani Thoriqot) dan 30 sifat yang lain harus terus dijaga dan dipupuk hingga hati manusia selalu dapat merasakan dirinya hadir dihadapan Allah, atau Allah hadir dalam dirinya, 7 kelompok sifat manusia tsb adalah:
1)     Amarah (bagiannya Ada 7 Sifat),
2)     Lawwamah (bagiannya Ada 9 Sifat),
3)     Mulhimah (bagiannya ada 7 Sifat),
4)     Muthmainnah (bagiannya Ada 6 Sifat),
5)     Rodhiyah (bagiannya Ada 6 Sifat),
6)     Mardhiyah (bagiannya Ada 8 Sifat),
7)     Kamilah (Sifat Paling Sempurna, bagiannya Ada 3 Sifat).

Jadi Semua Penghuni Hati Manusia Ada 7+9+7+6+6+8+3 = 46 Sifat. Yang sebenarnya 45 sifat, karena tingkat Rodhiyah dan mardhiyah “menepati janji” sama sama tercantum, maka hitungannya tetap 46, jika ada yg mengatakan 45, bukan masalah.

(Silakan merujuk pada halaman lain terkait definisi Thoriqot selengkapnya..)

Zaman Nabi S.A.W. dan khulafaur rosyidin, para pengamal suluk mendapat bimbingan langsung dari Nabi S.A.W., dan mereka masih bersuluk dalam batas keasliannya, hingga pada generasi setelahnya cara bersuluk selalu dimodifikasi dengan maksud efisiensi waktu dan mengejar kwalitas, diantara geneari setelah itu lahirlah para Sulthonul Aulia (para pemimpin wali) wali adalah kata tunggal, Aulia` adalah bentuk jamak. Diantara sulthonul aulia adalah:
1.  Syaikh abdul Qodir Jailani (Thoriqot Qodiriah),
2.  Syaikh bahauddin Naqsabandiy ( Thoriqot Naqsabandiyah),
3.  Syaikh Assydzily (Thoriqot Syadziliah),
4.  Syaikh Sammani (Thoriqot Samaniah)
5.  Dll, sampai 81 jenis thoriqot.

Semua thoriqot dan para sulthonul aulia, tujuannya sama yaitu memilih jalan yang bisa sampai kepada Allah, dan setiap pemimpin thoriqot pasti mengangkat kholifah untuk ditugaskan pada kawasan tertentu untuk membimbing para pelaku suluk agar hatinya cepat sampai kepada Allah.

Syaikh sammani setelah sempurna suluknya, dan berdasarkan pesan syaikh Bahauddin Naqsabandiy “siapapun pelaku suluk dalam thoriqotku jika sudah sampai pada derajat guru / mursyid, maka ia boleh memodifikasi cara suluknya”  sehingga kronologis suluk bisa dirasakan lebih mudah.

Setelah itu Syaikh Sammani menggabung lebih dari 4 thoriqot yang didapat dari para guru beliau, dengan harapan “berkahnya” merata dari masing masing jalur.

Isyarat Menjalani Thoriqot Untuk Kaum Muslimin Adalah (Surah Aljin Ayat 16, Juz 29):
Dan bahwasanya: jika mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak).

Jalan yang lurus dalam ayat ini memakai kata “at thoriqoti” yaitu thoriqot. Dalam lisan kita adalah Tarekat, dan janji allah sesuai ayat ini adalah akan “diberi air yang banyak” air dalam ayat ini adalah kiasan, dan arti sesungguhnya adalah air dari samudra kaustar di lauhil mahfudz, yang hanya bisa di jangkau jika seseorang telah sampai kepada ma’rifat kepada allah, Sehingga semua penghalang telah sirna.

Dan apapun yang dikomunikasikan manusia dengan Tuhannya cukuplah dengan kata hatinya dalam berdzikir ditempat yang disukai oleh ummat Muhammad SAW. Samudra kautsar yang maha luas adalah tinta untuk menuliskan ilmu dalam semesta, jika ummat Muhammad SAW telah mampu mereguk air kautsar melalui hatinya, maka ilmu yang ada disemesta akan tersingkap baginya.

Sumber: http://tulisinfo.blogspot.com


Read more...

Tokoh Sufi: Syekh Ibnu Atha'illah (Penulis Al Hikam)



Nama lengkapnya adalah Syekh Ahmad ibnu Muhammad Ibnu Atha’illah As-Sakandari. Ia lahir di Iskandariah (Mesir) pada 648 H/1250 M, dan meninggal di Kairo pada 1309 M. Julukan Al-Iskandari atau As-Sakandari merujuk kota kelahirannya itu.

Sejak kecil, Ibnu Atha’illah dikenal gemar belajar. Ia menimba ilmu dari beberapa syekh secara bertahap. Gurunya yang paling dekat adalah Abu Al-Abbas Ahmad ibnu Ali Al-Anshari Al-Mursi, murid dari Abu Al-Hasan Al-Syadzili, pendiri tarikat Al-Syadzili. Dalam bidang fiqih ia menganut dan menguasai Mazhab Maliki, sedangkan di bidang tasawuf ia termasuk pengikut sekaligus tokoh tarikat Al-Syadzili.

Ibnu Atha'illah tergolong ulama yang produktif. Tak kurang dari 20 karya yang pernah dihasilkannya. Meliputi bidang tasawuf, tafsir, aqidah, hadits, nahwu, dan ushul fiqh. Dari beberapa karyanya itu yang paling terkenal adalah kitab Al-Hikam. Buku ini disebut-sebut sebagai magnum opusnya. Kitab itu sudah beberapa kali disyarah. Antara lain oleh Muhammad bin Ibrahim ibnu Ibad Ar-Rasyid-Rundi, Syaikh Ahmad Zarruq, dan Ahmad ibnu Ajiba.

Beberapa kitab lainnya yang ditulis adalah Al-Tanwir fi Isqath Al-Tadbir, Unwan At-Taufiq fi’dab Al-Thariq, Miftah Al-Falah dan Al-Qaul Al-Mujarrad fil Al-Ism Al-Mufrad. Yang terakhir ini merupakan tanggapan terhadap Syekhul Islam ibnu Taimiyyah mengenai persoalan tauhid. 

Kedua ulama besar itu memang hidup dalam satu zaman, dan kabarnya beberapa kali terlibat dalam dialog yang berkualitas tinggi dan sangat santun. Ibnu Taimiyyah adalah sosok ulama yang tidak menyukai praktek sufisme. Sementara Ibnu Atha'illah dan para pengikutnya melihat tidak semua jalan sufisme itu salah. Karena mereka juga ketat dalam urusan syari’at.

Ibnu Atha'illah dikenal sebagai sosok yang dikagumi dan bersih. Ia menjadi panutan bagi banyak orang yang meniti jalan menuju Tuhan. Menjadi teladan bagi orang-orang yang ikhlas, dan imam bagi para juru nasihat.

Ia dikenal sebagai master atau syekh ketiga dalam lingkungan tarikat Syadzili setelah pendirinya Abu Al-Hasan Asy-Syadzili dan penerusnya, Abu Al-Abbas Al-Mursi. Dan Ibnu Atha'illah inilah yang pertama menghimpun ajaran-ajaran, pesan-pesan, doa dan biografi keduanya, sehingga khazanah tarikat Syadziliyah tetap terpelihara.

Meski ia tokoh kunci di sebuah tarikat, bukan berarti aktifitas dan pengaruh intelektualismenya hanya terbatas di tarikat saja. Buku-buku Ibnu Atha'illah dibaca luas oleh kaum muslimin dari berbagai kelompok, bersifat lintas mazhab dan tarikat, terutama kitab Al-Hikam.

Kitab Al-Hikam ini merupakan karya utama Ibnu Atha’illah, yang sangat populer di dunia Islam selama berabad-abad, sampai hari ini. Kitab ini juga menjadi bacaan utama di hampir seluruh pesantren di Nusantara.

Syekh Ibnu Atha’illah menghadirkan Kitab Al-Hikam dengan sandaran utama pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Guru besar spiritualisme ini menyalakan pelita untuk menjadi penerang bagi setiap salik, menunjukkan segala aral yang ada di setiap kelokan jalan, agar kita semua selamat menempuhnya.

Kitab Al-Hikam merupakan ciri khas pemikiran Ibnu Atha’illah, khususnya dalam paradigma tasawuf. Di antara para tokoh sufi yang lain seperti Al-Hallaj, Ibnul Arabi, Abu Husen An-Nuri, dan para tokoh sufisme falsafi yang lainnya, kedudukan pemikiran Ibnu Atha’illah bukan sekedar bercorak tasawuf falsafi yang mengedepankan teologi. Tetapi diimbangi dengan unsur-unsur pengamalan ibadah dan suluk, artinya di antara syari’at, tarikat dan hakikat ditempuh  dengan cara metodis. Corak Pemikiran Ibnu Atha’illah dalam bidang tasawuf sangat berbeda dengan para tokoh sufi lainnya. Ia lebih menekankan nilai tasawuf  pada ma’rifat. 

Adapun pemikiran-pemikiran tarikat tersebut adalah: 



Pertama, tidak dianjurkan kepada para muridnya untuk meninggalkan profesi dunia mereka. Dalam hal pandangannya mengenai pakaian, makanan,  dan kendaraan yang layak dalam kehidupan yang sederhana akan menumbuhkan rasa syukur kepada Allah dan mengenal rahmat Illahi.  

"Meninggalkan dunia yang berlebihan akan menimbulkan hilangnya rasa syukur. Dan berlebih-lebihan dalam memanfaatkan dunia akan membawa kepada kezaliman. Manusia sebaiknya menggunakan nikmat Allah SWT dengan sebaik-baiknya sesuai petunjuk Allah dan Rasul-Nya," kata Ibnu Atha'illah.

Kedua, tidak mengabaikan penerapan syari’at Islam. Ia adalah salah satu tokoh sufi yang menempuh jalur tasawuf hampir searah dengan Al-Ghazali, yakni suatu tasawuf yang berlandaskan kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Mengarah kepada asketisme, pelurusan dan penyucian jiwa (tazkiyah an-nafs), serta pembinaan moral (akhlak), suatu nilai tasawuf yang dikenal cukup moderat.


Ketiga,  zuhud tidak berarti harus menjauhi dunia karena pada dasarnya zuhud adalah mengosongkan hati selain daripada Tuhan. Dunia yang dibenci para sufi adalah dunia yang melengahkan dan memperbudak manusia. Kesenangan dunia adalah tingkah laku syahwat, berbagai keinginan yang tak kunjung habis, dan hawa nafsu yang tak kenal puas. "Semua itu hanyalah permainan (al-la’b) dan senda gurau (al-lahwu) yang akan melupakan Allah. Dunia semacam inilah yang dibenci kaum sufi," ujarnya.


Keempat,  tidak ada halangan bagi kaum salik untuk menjadi miliuner yang kaya raya, asalkan hatinya tidak bergantung pada harta yang dimiliknya. Seorang salik boleh mencari harta kekayaan, namun jangan sampai melalaikan-Nya dan jangan sampai menjadi hamba dunia. Seorang salik, kata Atha'illah, tidak bersedih ketika kehilangan harta benda dan tidak dimabuk kesenangan ketika mendapatkan harta.


Kelima, berusaha merespons apa yang sedang mengancam kehidupan umat, berusaha menjembatani antara kekeringan spiritual yang dialami orang yang hanya sibuk dengan urusan duniawi, dengan sikap pasif yang banyak dialami para salik.


Keenam, tasawuf adalah latihan-latihan jiwa dalam rangka ibadah dan menempatkan diri sesuai dengan ketentuan Allah. Bagi Syekh Atha'illah, tasawuf memiliki empat aspek penting yakni berakhlak dengan akhlak Allah SWT, senantiasa melakukan perintah-Nya, dapat menguasai hawa nafsunya serta berupaya selalu bersama dan berkekalan dengan-Nya secara sunguh-sungguh.


Ketujuh, dalam kaitannya dengan ma’rifat Al-Syadzili, ia berpendapat bahwa ma’rifat adalah salah satu tujuan dari tasawuf yang dapat diperoleh dengan dua jalan; mawahib, yaitu Tuhan memberikannya tanpa usaha dan Dia memilihnya sendiri orang-orang yang akan diberi anugerah tersebut; dan makasib, yaitu ma’rifat akan dapat diperoleh melalui usaha keras seseorang, melalui ar-riyadhah, dzikir, wudhu, puasa ,sahalat sunnah dan amal shalih lainnya.



Sumber: republika.co.id



Read more...

Periodisasi Generasi Wali Songo


Generasi Wali Songo 10 Angkatan? 
Mungkin orang jarang menemukan rujukannya, dengan berkunjung disini Anda akan menemukan rujukan yang dimaksud..

Menurut buku Haul Sunan Ampel Ke-555 yang ditulis oleh KH. Mohammad Dahlan, lebih lanjut menyatakan “Majelis Dakwah Yang Secara Umum Dinamakan Walisongo, Sebenarnya Terdiri Dari Beberapa Angkatan”. Para Walisongo tidak hidup pada saat yang persis bersamaan, namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, baik dalam ikatan darah atau karena pernikahan, maupun dalam hubungan guru-murid. Bila ada seorang anggota majelis yang wafat, maka posisinya digantikan oleh tokoh lainnya:

Angkatan ke-1 (1404 – 1435 M), terdiri dari:
  1. Maulana Malik Ibrahim (wafat 1419),
  2. Maulana Ishaq,
  3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro,
  4. Maulana Muhammad Al-Maghrabi,
  5. Maulana Malik Isra’il (wafat 1435),
  6. Maulana Muhammad Ali Akbar (wafat 1435),
  7. Maulana Hasanuddin,
  8. Maulana ‘Aliyuddin, dan
  9. Syekh Subakir atau juga disebut Syaikh Muhammad Al-Baqir.
Angkatan ke-2 (1435 – 1463 M), terdiri dari:
  1. Sunan Ampel yang tahun 1419 menggantikan Maulana Malik Ibrahim,
  2. Maulana Ishaq (wafat 1463),
  3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro,
  4. Maulana Muhammad Al-Maghrabi,
  5. Sunan Kudus yang tahun 1435 menggantikan Maulana Malik Isra’il,
  6. Sunan Gunung Jati yang tahun 1435 menggantikan Maulana Muhammad Ali Akbar,
  7. Maulana Hasanuddin (wafat 1462),
  8. Maulana ‘Aliyuddin (wafat 1462), dan
  9. Syekh Subakir (wafat 1463).
Angkatan ke-3 (1463 – 1466 M), terdiri dari:
  1. Sunan Ampel,
  2. Sunan Giri yang tahun 1463 menggantikan Maulana Ishaq,
  3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro (wafat 1465),
  4. Maulana Muhammad Al-Maghrabi (wafat 1465),
  5. Sunan Kudus,
  6. Sunan Gunung Jati,
  7. Sunan Bonang yang tahun 1462 menggantikan Maulana Hasanuddin,
  8. Sunan Derajat yang tahun 1462 menggantikan Maulana ‘Aliyyuddin, dan
  9. Sunan Kalijaga yang tahun 1463 menggantikan Syaikh Subakir.
 Angkatan ke-4 (1466 – 1513 M, terdiri dari:
  1. Sunan Ampel (wafat 1481),
  2. Sunan Giri (wafat 1505), 
  3. Raden Fattah yang pada tahun 1465 mengganti Maulana Ahmad Jumadil Kubra,
  4. Fathullah Khan (Falatehan) yang pada tahun 1465 mengganti Maulana Muhammad Al-Maghrabi,
  5. Sunan Kudus,
  6. Sunan Gunung Jati,
  7. Sunan Bonang,
  8. Sunan Derajat, dan
  9. Sunan Kalijaga (wafat 1513).
Angkatan ke-5 (1513 – 1533 M), terdiri dari :
  1. Syekh Siti Jenar yang tahun 1481 menggantikan Sunan Ampel (wafat 1517),
  2. Raden Faqih Sunan Ampel II yang ahun 1505 menggantikan kakak iparnya Sunan Giri,
  3. Raden Fattah (wafat 1518),
  4. Fathullah Khan (Falatehan),
  5. Sunan Kudus (wafat 1550),
  6. Sunan Gunung Jati,
  7. Sunan Bonang (wafat 1525),
  8. Sunan Derajat (wafat 1533), dan
  9. Sunan Muria yang tahun 1513 menggantikan ayahnya Sunan Kalijaga.
Angkatan ke-6 (1533 – 1546 M), terdiri dari:
  1. Syekh Abdul Qahhar (Sunan Sedayu) yang ahun 1517 menggantikan ayahnya Syekh Siti Jenar,
  2. Raden Zainal Abidin Sunan Demak yang tahun 1540 menggantikan kakaknya Raden Faqih Sunan Ampel II, 
  3. Sultan Trenggana yang tahun 1518 menggantikan ayahnya yaitu Raden Fattah,
  4. Fathullah Khan (wafat 1573),
  5. Sayyid Amir Hasan yang tahun 1550 menggantikan ayahnya Sunan Kudus,
  6. Sunan Gunung Jati (wafat 1569),
  7. Raden Husamuddin Sunan Lamongan yang tahun 1525 menggantikan kakaknya Sunan Bonang,
  8. Sunan Pakuan yang tahun 1533 menggantikan ayahnya Sunan Derajat, dan
  9. Sunan Muria (wafat 1551).

Angkatan ke-7 (1546- 1591 M), terdiri dari:
  1. Syaikh Abdul Qahhar (wafat 1599),
  2. Sunan Prapen yang tahun 1570 menggantikan Raden Zainal Abidin Sunan Demak, 
  3. Sunan Prawoto yang tahun 1546 menggantikan ayahnya Sultan Trenggana, 
  4. Maulana Yusuf cucu Sunan Gunung Jati yang pada tahun 1573 menggantikan pamannya Fathullah Khan,
  5. Sayyid Amir Hasan, 
  6. Maulana Hasanuddin yang pada tahun 1569 menggantikan ayahnya Sunan Gunung Jati,
  7. Sunan Mojoagung yang tahun 1570 menggantikan Sunan Lamongan,
  8. Sunan Cendana yang tahun 1570 menggantikan kakeknya Sunan Pakuan, dan
  9. Sayyid Shaleh (Panembahan Pekaos) anak Sayyid Amir Hasan yang tahun 1551 menggantikan kakek dari pihak ibunya yaitu Sunan Muria.

Angkatan ke-8 (1592- 1650 M), terdiri dari:
  1. Syaikh Abdul Qadir (Sunan Magelang) yang menggantikan Sunan Sedayu (wafat 1599),
  2. Baba Daud Ar-Rumi Al-Jawi yang tahun 1650 menggantikan gurunya Sunan Prapen, 
  3. Sultan Hadiwijaya (Joko Tingkir) yang tahun 1549 menggantikan Sultan Prawoto,
  4. Maulana Yusuf,
  5. Sayyid Amir Hasan,
  6. Maulana Hasanuddin,
  7. Syekh Syamsuddin Abdullah Al-Sumatrani yang tahun 1650 menggantikan Sunan Mojoagung,
  8. Syekh Abdul Ghafur bin Abbas Al-Manduri yang tahun 1650 menggantikan Sunan Cendana, dan 
  9. Sayyid Shaleh (Panembahan Pekaos).


Wali Songo Angkatan ke 9, 1650 – 1750M, terdiri dari:
  1. Syaikh Abdul Muhyi Pamijahan (tahun 1750 menggantikan Sunan Magelang)
  2. Syaikh Shihabuddin Al-Jawi (tahun 1749 menggantikan Baba Daud Ar-Rumi)
  3. Sayyid Yusuf Anggawi (Raden Pratanu Madura), Sumenep Madura (Menggantikan mertuanya, yaitu Sultan Hadiwijaya / Joko Tingkir)
  4. Syaikh Haji Abdur Rauf Al-Bantani, (tahun 1750 Menggantikan Maulana Yusuf, asal Cirebon )
  5. Syaikh Nawawi Al-Bantani. (1740 menggantikan Gurunya, yaitu Sayyid Amir Hasan bin Sunan Kudus)
  6. Sultan Abulmufahir Muhammad Abdul Kadir ( tahun 1750 menggantikan buyutnya yaitu Maulana Hasanuddin)
  7. Sultan Abulmu'ali Ahmad (Tahun 1750 menggantikan Syaikh Syamsuddin Abdullah Al-Sumatrani)
  8. Syaikh Abdul Ghafur bin Abbas Al-Manduri
  9. Sayyid Ahmad Baidhawi Azmatkhan (tahun 1750 menggantikan ayahnya, Sayyid Shalih Panembahan Pekaos)

Wali Songo Angkatan ke-10, 1751 – 1897 terdiri dari:
  1. Pangeran Diponegoro ( menggantikan gurunya, yaitu: Syaikh Abdul Muhyi Pamijahan)
  2. Sentot Ali Basyah Prawirodirjo, (menggantikan Syaikh Shihabuddin Al-Jawi)
  3. Kyai Mojo, (Menggantikan Sayyid Yusuf Anggawi (Raden Pratanu Madura)
  4. Kyai Kasan Besari, (Menggantikan Syaikh Haji Abdur Rauf Al-Bantani)
  5. Syaikh Nawawi Al-Bantani. …
  6. Sultan Ageng Tirtayasa Abdul Fattah, (menggantikan kakeknya, yaitu Sultan Abulmufahir Muhammad Abdul Kadir)
  7. Pangeran Sadeli, (Menggantikan kakeknya yaitu: Sultan Abulmu'ali Ahmad)
  8. Sayyid Abdul Wahid Azmatkhan, Sumenep, Madura (Menggantikan Syaikh Abdul Ghafur bin Abbas Al-Manduri)
  9. Sayyid Abdur Rahman (Bhujuk Lek-palek), Bangkalan, Madura, (Menggantikan kakeknya, yaitu: Sayyid Ahmad Baidhawi Azmatkhan)

Tahun 1830 – 1900 (Majelis Dakwah Wali Songo dibekukan oleh Kolonial Belanda, dan banyak para ulama’ dari didikan atau keturunan Wali Songo yang dipenjara dan dibunuh).

Semoga tulisan ini turut memberi pencerahan terkait da’wah yang di laksanakan majlis Wali Songo, Karena siapapun Mereka, pada hakekatnya telah menyebarkan ajaran Islam dan dari generasi ke generasi selalu memback-up dengan orang-orang yang Amanah.

Jika diantara mereka ada silsilah garis keturunan dengan Anda, maka beruntunglah Anda,.. artinya Anda punya Alasan untuk meneruskan Da’wah mereka kepada Masyarakat, sesuai dengan kondisi Masyarakat Anda berada.. karena para wali songo dalam menjalankan da’wah selalu berbaur dengan hati masyarakat, untuk kemudian membimbing secara pelan-pelan.. dan tanpa terasa ribuan bahkan jutaan umat muslim telah berdiri dengan kokoh sendi sendi Iman, Islam dan Ihsannya.



sumber: http://tulisinfo.blogspot.com


Read more...

TIP MENGHADAPI KRITIKAN


Banyak tujuan / motivasi orang lain dalam mengkritik. Bisa karena peduli, atau sekadar tidak senang pada kita. Maksud kritik bisa kita perhatikan dari pesan yang terkandung. Juga cara orang menyampaikan kritik itu.
Bila memiliki tujuan yang baik, pengkritik akan menyampaikan dengan santun. Cara ini cenderung membuat pihak yang dikritik, bisa menerima. Sepedas apapun kritik yang disampaikan. Tapi, kadang kritik disampaikan di tempat umum, atau di depan banyak orang. Ini bisa membuat pihak yang dikritik tersinggung dan marah. Banyak cara menguatkan diri saat menghadapi kritikan, antara lain;
1. Kritikan adalah training gratis untuk menguatkan kepribadian.
Hadapi kritikan dengan sabar dan ikhlas. Kita bisa ubah kritik itu menjadi motivasi untuk maju.Kritik untuk meningkatkan kekebalan mental secara gratis. Jangan melihatnya dengan negatif. Tak mudah memang. Maknai sebuah kritikan itu sebagai jembatan pembentukan pribadi yang kuat dan matang.


2. Nikmati kritikan-kritikan itu.
Seperti buah durian. Aromanya menyengat, tapi buahnya sangat lezat. Jangan focus pada sangat tajam atau menyakitkannya kritikan itu. Seperti menikmati buah durian, nikmati kritik itu dengan santai. Menjadi pembelajaran untuk menguatkan kesabaran.



3. Berterimakasih pada pengkritik.
Banyak orang besar dan berhasil, tidak melihat kritik sebagai penghalang cita-citanya. Pepatah berkata, berterima kasihlah pada orang yang mengkritik, karena ia telah menguatkan kemampuan kita. Jadi maknai kritikan itu sebagai alat untuk menambah kebijaksanaan, kearifan dan kedewasaan untuk menambah kualitas diri. Jangan dipahami sebagai hal yang menjatuhkan.



4.Kitalah panglima bagi hidup kita.
Kita harus mendayagunakan hidup ini untuk mengemudikan hidup kita sendiri. Bila di tengah jalan orang merusak kendaraan kita, apakah kita membiarkan kendaraan itu dirusak? Begitulah hidup. Kita memiliki serangkaian cita-cita, namun jangan mudah membiarkan orang lain merobek mimpi kita. Tak perlu takut dan marah terhadap kritik. Jika yakin bahwa jalan yang ditempuh itu benar, teruslah melangkah.



5.Kritik itu sesuatu yang wajar.
Kritik akan selalu ada, selama kita hidup. Jangan focus pada kritik yang bersifat melemahkan. Tetaplah semangat pada setiap kritikan. Jangan selalu mengingat kesalahan. kita perbuat. Bila kita selalu mengingatnya, kita akan selalu ragu.

Jadi untuk apapun jangan takut dan marah bila dikritik. 
Jika yakin, yang ditempuh itu benar....!!! 
Maju terus pantang mundur...!!!!


Sumber : kabarinew.com


Read more...
"JIKA YANG LEBIH BAIK MEMUNGKINKAN, MAKA YANG BAIK SAJA TIDAKLAH CUKUP!"...!!!
My Family Slideshow: M.Tholib’s trip from Jombang (near Mojokerto, Java, Indonesia) to Surabaya was created by TripAdvisor. See another Surabaya slideshow. Create a free slideshow with music from your travel photos.