Kenapa Bencana Melanda Negara Mayoritas Islam?


Indonesia adalah sebuah negara dengan penganut Islam yang terbanyak di dunia, tapi mengapa selalu saja dilanda bencana yang bertubi-tubi tak kunjung henti. Apakah karena Islamnya hanya Islam kulit tidak sampai pada Islam hakikat?. Pertanyaan tersebut mungkin juga menjadi kegalauan bagi ummat Islam negeri ini. Misteri apa dibalik semua ini? Berikut adalah 8 bahan renungan yang bisa dijadikan sebagai ajang tafakkur mengenai banyaknya bencana akhir-akhir ini, ditinjau dari sudut sufi.

Pertama: ”Bencana sebagai ujian”.
Allah menguji manusia dengan hal-hal yang buruk dan hal-hal yang baik. Untuk mengukur sejauhmana kesalehan tindakannya di dunia sebagai hamba, dan sekaligus apakah seorang hamba lulus menghadapi ujian-ujian itu. Jika lulus, ia naik derajat, dan jika tidak, ia terdegradasi.
Kedua: ”Bencana sebagai seleksi”.
Allah menyeleksi para hambaNya dari semua level dan kalangan. Mulai dari yang paling awam, paling elit atau pun dari kalangan biasa, pejabat, politisi, pengusaha, ustadz, kyai, ulama, dan tukang becak. Nilai derajat itu ditentukan, apakah sang hamba sabar dan ridlo atau tidak menghadapi berbagai macam musibah. Bukan dilihat dari apakah seorang itu semakin sukses dan bangkrut, bukan itu ukurannya. Derajat ummat ditentukan sejauhmana keikhlasannya dalam beribadah, kesabarannya dalam menghadapi cobaan, keridloaannya dalam merespon ketentuan dari Allah Ta'ala. Dalam dunia Sufi, menghadapi cobaan dengan kesabaran, diperuntukkan kalangan awam. Tetapi bersyukur atas bencana dan cobaan, adalah sikap bagi kalangan khusus. Bersyukur terhadap nikmat adalah sikap kaum awam, bersabar menghadapi nikmat adalah sikap kalangan khusus.
Ketiga: ”Regulasi alam”.
Allah ingin mempercantik alam ini, dan tentu saja memasukkannya dalam salon ruhaniyah melalui bencana, agar semesta kelak lebih indah dan menyejukkan iman kita. Minimal akan semakin banyak penduduk bumi yang menyaksikan kedahsyatan kekuatan Allah dibalik semua bencana yang terjadi itu. Itulah salon ruhani dari Alloh SWT untuk kecantikan iman manusia yang bisa didapat dan dihasilkan dari musibah/bencana. Ibadah, kepatuhan, ketaqwaan, kesalehan, dan kemuhsinan umat Islam, sangat mempengaruhi perjalanan kosmik semesta, karena manusia adalah sentral dari makhluk Allah, dan sentral manusia adalah qalbunya. Begitu juga sebaliknya, kejahatan, kebejatan, kesombongan dan kealpaan manusia akan mempengaruhi sistem tata surya dan jagad semesta. Dalam dunia Sufi disebutkan, bahwa aspek lahiriyah fisika itu hanyalah akibat dari batin dan hakikat kita.
Keempat: ”Bencana pertanda cinta”.
Agar kita semua bosan dan jenuh dengan kepalsuan dunia, dan lebih memilih Allah dan RasulNya. Karena Kecemburuan Allah pada kita, atas Cinta dan KasihNya yang Agung kita abaikan, dengan perselingkuhan kita pada makhluk, akhirnya Allah membentak kita dengan sesuatu yang keras, agar kita kembali ke pelukan RahmatNya. Bentakan Allah itu diturunkan semata karena saking cinta dan sayangNya Allah kepada kita, untuk diajak kembali kepangkuanNya.
Kelima: ”Tsunami spiritual”.
Banyaknya gelombang yang melebihi dahsyatnya Tsunami. Suatu badai kekeringan dan kegersangan spiritual, yang menumbuhkan kehausan dan kegersangan jiwa dari ummat Islam itu sendiri. Begitu marak bendera-bendera Islam, slogan-slogan takbir, teriakan-teriakan demonstran membela Islam, tetapi hati dan ruh mereka seperti terpanggang di atas sahara kegersangannya. Para hamba Allah di muka bumi telah banyak kehilangan rasa kehambaannya. Mereka lebih senang menjadi hamba dunia dan nafsunya, bahkan sangat bangga menjadi hambanya setan. Coba anda survey di khalayak, berapa persen dari umat Islam negeri ini yang masih memegang teguh sifat kehambaanya: Rasa Fakir kepada Allah, Rasa hina di depan Allah, Rasa tak berdaya di hadapanNya, Rasa lemah di depanNya? Bukankah mayoritas saat ini malah merasa cukup dan tidak butuh Allah, merasa mulia karena menganggap dirinya lebih Islam dan lebih dekat Allah; merasa kuat dan berkuasa di muka bumi?
Keenam: ”Sarana Penyelamatan”.
Jika banyak orang miskin yang tak berdosa sering terkena bencana, sementara para pejabat koruptor semakin berjaya, ketidakadilan semakin merajalela, dan premanisme semakin bergaya, semata karena Allah menyayangi hamba-hambaNya yang miskin, agar tidak mereka terselamatkan tidak terkutuk bersama-sama para penjahat itu, para munafiqin yang mengaku sok Islam tetapi hatinya busuk itu. Allah tidak pernah menzalimi hambaNya tetapi para hamba itu sendiri yang menzalimi diri sendiri. Allah tidak pernah marah kecuali karena didahului oleh rasa CintaNya yang Agung. Allah tidak pernah memanipulasi para hambaNya dan tidak punya kepentingan dengan maksiat atau taatnya hamba. Tetapi, para hamba seringkali memanipulasi Nama-Nama BesarNya demi hawa nafsunya, simbol-simbolNya demi kepentingan kekuasaan hamba, dan sesungguhnya para hambalah yang butuh Allah Ta'ala.
Ketujuh: ”Pengkerdilan kesombongan akal”
Jangan dikira, bahwa kejadian-kejadian alam yang hancur itu bukan karena ulah manusia. Akal dan pengetahuan manusia yang terbatas beralibi: Bagaimana bencana terjadi karena ulah manusia? Bukankah ini gejala alam murni? Bukankah ini semua bisa diprediksi? Bukankah bencana ini karena faktor-faktor evolusi dan seterusnya? Mari kita belajar pada tragedi Nabi Nuh as, ketika putranya Kan'an mengandalkan ilmu pengetahuan dan rasionya, sampai ia tenggelam dalam kekufurannya. Belajar pula pada kaum Luth, ketika ulah mereka menimbulkan bencana bumi yang tragis. Ingatlah pula hadits Nabi saw, mengenai Qiyamat, "Bahwa kiamat tidak akan terjadi sepanjang masih ada satu manusia yang berdzikir Allah Allah…". Perhitungan matematika, logika dan fisika, hanyalah perhitungan gejala dan tanda. Ada yang lebih neukleus (inti) bahwa perhitungan ruhani menempati posisi sentral dalam gerak gerik semesta ini.
Kedelapan: ”Sesuai pandangan mata hati”
Bagaimana kita melihat bencana? Kita lihat dengan mata hati masing-masing. Jika kita sedang dalam gairah mencintai Allah dan RasulNya, matahati akan memandang betapa agungnya Asma dan SifatNya. Jika anda sedang alpa dan lalai, menuruti kepentingan nafsu diri, itulah bentakan-bentakan Ilahi kepada anda. Jika Anda dalam kondisi sangat miskin secara duniawi, padahal anda dekat denganNya, itulah cara Allah menyelamatkan diri anda. Jika anda sedang berkecukupan, tetapi harta anda menumpuk bagai sampah di peti kekayaan anda, itulah cara Allah mengingatkan agar anda mengeluarkan kotoran-kotoran harta anda. Jika anda sedang bercahaya bersamaNya; itulah cara Allah menampakkan KemahasucianNya, dan caraNya memperdengarkan tasbihnya alam kepada anda. Lihatlah dengan matahati pula, dibalik yang tampak di semesta kehidupan ini, maka disanalah matahati menyaksikan Allah, dibalik, dibawah, di atas, sebelum, sesudah alam semesta ini. Jika tak mampu demikian, sesungguhnya matahati anda sedang kabur dari Cahaya Allah, karena tertupi oleh mendung-mendung duniawi dan nafsu anda, dari Cahaya ma'rifat kepadaNya.
Coba kita renungkan semua hal diatas, dengan terus beristighfar kepada Allah…!
Al faqir : M. Tholib.
---(ooo)---

0 komentar:

Posting Komentar

"JIKA YANG LEBIH BAIK MEMUNGKINKAN, MAKA YANG BAIK SAJA TIDAKLAH CUKUP!"...!!!
My Family Slideshow: M.Tholib’s trip from Jombang (near Mojokerto, Java, Indonesia) to Surabaya was created by TripAdvisor. See another Surabaya slideshow. Create a free slideshow with music from your travel photos.